Showing posts with label Remaja. Show all posts
Showing posts with label Remaja. Show all posts

Rohis? Jangan eksklusif!

Friday, 31 October 2014

Bismillahirrahmanirrahim,

Dibawah ini, adalah kumpulan dari berbagai macam ilmu yang dibagi teman-teman dan senior-senior rohis ketika diadakannya acara Sampurasun Jabar oleh @Fornusa_Jabar, mulai dari ketika Musyawarah Daerah hingga talkshow keesokan harinya. Simak!

Sering, sering banget, rohis disebut eksklusif oleh orang lain. Eksklusif, maksudnya, jelas beda, mana anak rohis, mana anak bukan rohis. Anak rohis gaul sama anak rohis, dan vice versa. Anak rohis mentoring, ta'lim, non-rohis ya nggak. Ada batas jelas diantara anak rohis, dan non-rohis. Anak rohis tuh anak alim.

Yeah. Nggak salah, anak rohis itu memang seharusnya anak alim. Yang salah itu, adalah ketika rohis menutup diri, dan hanya bergaul dengan sesama anak rohis. Kenapa?

Rohis, adalah front dakwah di sekolah, friends. Organisasi rohis, DKM, tidak lain hanyalah sebuah tool, sebuah alat untuk mencapai tujuan. Tujuannya apa? Menyebarkan kebaikan di sekolah, menyebarkan Islam disekolah. Mengenalkan Islam lebih dalam lagi, kepada pelajar disekolah. Seperti kata kang Hafidz Ary: Kalau bukan rohis yang mengajarkan kita soal Islam, mau siapa lagi?

Karena itu, anak rohis, janganlah, cuma gaul dengan sesama rohis. Jika kita tiap hari ketemu dengan orang yang sama, bagaimana mau menyebarkan kebaikan dengan lebih luas? Friends di FB dengan sesama anak rohis, setiap bikin status mutiara yang baca si ini lagi, si itu lagi. Yah.. Gimana dakwah mau berkembang? Sebaliknya, kita, anak rohis (Oke, gue homeschooling tapi ngakunya sih rohis), harus terbuka. Main tuh sama anak lain juga. Aktif di berbagai ekskul. Aktif di OSIS. Hilangkan, stereotip rohis itu eksklusif. Logika aneh, kalau ada anggapan bahwa yang masuk rohis cuma anak alim doang. Yang masuk ITB cuma mahasiswa ITB doang? Dohdohdoh.

Eksistensi rohis memang penting. Disana kita menemukan orang yang sejalan, selingkungan dengan mudah. Tapi, rohis, dan event-eventnya, jangan dijadikan satu-satunya jalan untuk berbagi kebaikan. Dakwah paling efektif, tetap dakwah fardiyah: Dakwah melalui pendekatan personal. Peer to peer. Dimulai dari membangun hubungan yang baik dengan target (Dih, kayak film action apa coba. Misi mata-mata). Dengan jadi teman. Kemudian mengajarkannya tentang Islam. Prosedur lengkapnya, bisa diliat di link ini: http://pkspesanggrahan.blogspot.com/2012/01/7-tahapan-dakwah-fardiyah.html

Lantas, gimana caranya kita dakwah yang efektif? meneruskan perkataan Kang Dito, alumni SMAN3 Bandung:

 Kasarnya, dakwah itu marketing. Kita adalah sales, dan yang ditawarkan adalah Islam. Sebagai sales, apa yang paling penting? Tentu impresi tentang penjual. Ketika kita datang ke showroom mobil, misalnya. Maka akan ditanya, "Nama saya fulan pak, silakan, bapak butuh mobil seperti apa? Mau warna apa? Silakan ini pilihannya" melalui presentasi yang mulus, dia akan berhasil mebujuk sang calon pembeli untuk membeli mobil yang dijual. Ketika pembeli datang, dia tidak langsung menjajakan barangnya seperti pedagang asongan, "Silakanpakkamipunyamobilkijang, biru, mulus, mesinnya bagus dll." Nggak, Dia cek dulu kebutuhannya apa. Sama juga dengan dakwah. Ketika kita mau mendakwahi teman yang belum berjilbab, misalnya. Nggak bisa kita tiba-tiba bilang, "Eh pake jilbab yuk, biar kamu terhindar dari api neraka." Efektifkah? Nggak efektif! Si 'Pembeli' tidak tahu siapa kamu, dan apa urusan kamu sama dia? Ikut campur urusan orang? Beda, dengan kalau sahabatnya yang ngajak, baik-baik. Beda, beda.
 So.. Yeah. Ingatkan dirimu sahabat, rohis itu hanya alat. Yang dapat merubah paling besar itu kamu, perorangan. Anak rohis terlalu sedikit? Coba, bilanglah ada 20 anak rohis yang aktif disekolah. Sedikit kan? Nggak masalah. Kasih materi tentang dakwah dan sebagainya selama beberapa hari. Kemudian beri mereka waktu seminggu untuk mengajak satu, satu aja temen mereka untuk ikut rohis. Balik lagi minggu depannya, udah ada 40 anak rohis. Repeat. Ulang proses tadi. Satu bulan bisa dapet berapa orang? Silakan hitung sendiri. Gua juga bingung.

 Seandainya rohis dihapuskan -semoga tidak- seperti yang sekarang sedang agak dikhawatirkan oleh kawan-kawan kita di DKI, nggak masalah. Kita masih punya banyak alat lain. Maka yang paling penting tetaplah, dakwah fardiyah. Dan kita nggak akan terhentikan.

Buat anak bandung, salam #BandungKotaRohis2015!!

Sekian, thanks for reading! Wallahu a'lam.

Related articles:

Kenapa remaja harus peduli sama Palestina?

Antara Remaja, Ngeyel, dan... Pacaran.

Antara Remaja, Ngeyel, dan... Pacaran.

Wednesday, 29 October 2014

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum! Kembali lagi bersama gue dalam.. eh.. membaca rangkaian huruf di layar.

Sebagai remaja, kita belajar sebuah aspek penting dalam kehidupan yang mungkin, tidak kita kenal sebelumnya. Apa itu? Ngeyel! Alias nyari-nyari pembelaan atas sebuah tindakan. Kok yang nulis tau? Yaiyalah. Gue juga rajin ngeyel. Ketika pulang kemaleman, atau begadang depan komputer, atau nggak ngerjain tugas, dan tindakan lainnya yang kita tidak publikasikan, biasanya kita refleks mencari justifikasi.

Remaja itu masa pertengahan antara anak-anak dan dewasa. Kita mulai punya kehidupan sendiri. Remaja itu masa ketika lo pengen dihormati seperti orang dewasa, tapi disuapi orang tua seperti anak kecil.  Masa-masa labil. Saat remaja juga, biasanya kamu makin sering bentrok sama orang tua atau orang lain yang tidak setuju dengan hal atau kebiasaan baru yang kamu lakukan. Ya nggak? Dan bentrokan ini, antara keinginan kita sendiri dan apa yang seharusnya kita lakukan, memunculkan hasrat untuk ngeyel. Hasrat untuk membuat kita menjustifikasi tindakan kita sendiri, hanya dari sudut pandang kita. Terasakah?

Ngeyel pun menjadi pelarian kita. Mulai dari yang disuarakan ke ortu, ngomong ketemen-temen, sampai ngeyel yang cuma dibisikkin sama bantal yang tidak bersalah, dan tidak tahu apa-apa. Padahal, dalam lubuk hati kita yang paling dalam, kita juga tahu kalau yang kita lakukan itu salah. Mungkin nggak sepenuhnya salah, tapi tetap ada kesalahan yang patut kita intropeksi.

Bukan berarti, semua yang diajarkan kepada kita itu baik. Kita harus mampu kritis. Tapi, tanya lagi ke nurani lo, dan nurani orang-orang shaleh: Apakah saya salah?

Sekarang pacaran. Ini fenomena yang umum dikalangan muda-mudi dunia. Termasuk negara dengan populasi muslim terbesar, Indonesia. Pacaran itu asik bro. Ada kalanya, sampai ngerasa cintaaa banget sampai terbang dilangit. Dalam kondisi seperti ini, coba tebak reaksi kita ketika Islam tiba-tiba mengingatkan: Pacaran itu haram.

Surprised, shocked. Bingung. Kita nggak mau kehilangan. Jangankan yang udah punya pacar, yang belum punya pun merasa kehilangan. Kehilangan kesempatan. Huhuhu. Kita mencari justifikasi.

Alasan kita banyak, lebih dari 2014 alasan keluar semua. Penyemangat, motivasilah. Tempat curhatlah. Pemberi kebahagiaanlah. Mewarnai hiduplah. Membuat dunia lebih baiklah. Dan lainnya. Nggak mau berpisah. Nggak mau juga berpisah dengan kesempatan. Ini ngeyel.

Padahal dalam Qur'an tertera jelas: 'Walaa taqrabu zinaa'. Janganlah kamu mendekati zina. Apak
ah hubungan spesial antara dua orang, opposite gender (mutual gender NAUDZUBILLAH), yang berdasarkan nafsu karena saling suka, itu mendekati zina nggak? Kalau lo masih bilang nggak, wah, terlalu men. Atau Islam kejam? Iya. Islam kejam sama kedzaliman. Islam nggak mau kamu masa mudanya dihabiskan untuk hal nggak berguna. Islam nggak mau kamu MBA. Islam nggak mau kamu jadi manusia berakhlak binatang.

Ada lagi nih, seorang anak rohis. Dia bilang, 'Kang, saya mah nggak pacaran. Saya mah ta'aruf'.
You don't have to do this.
Terus dijawab, "Ta'aruf kayak gimana bro?"
"Yaa, gitu kang. Kenalan. Kita minggu sore jalan bareng ke mall. Shopping bareng. Terus nonton film bareng. Terus makan bareng. Terus pulang bareng."

Nah ini. Ngeyel tingkat dewa. Mau namanya, ta'aruf, atau ta'jil kalau tindakannya seperti itu, itu haram! Terserah namanya apa.

Disisi lain, ada anak yang bilang, "Kang, saya pacaran."
Dijawab, "Loh?! Kok kamu pacaran sih?"
"Yaa, gitu kang. Buat nyenengin orang tua, mereka ingin saya punya pacar. Padahal, ketemu sama ceweknya aja belum."

Kadang Einstein benar, apalah arti sebuah nama. Perintah dalam Al-Qur'an itu brosist, janganlah kamu mendekati zina. Bukan janganlah kamu melakukan pacaran. Udahlah, jangan terjebak istilah-istilah. Jujur aja sama diri lo sendiri.

Beroh, ngeyel yang dibiarkan, lama-lama jadi kebiasaan buruk. Kita aplikasikan kemana-mana. Apalagi, kalau kita ngomong sama 'teman' yang setuju dengan keburukan kita. Wuih, makin merasa suci aja kita. Dari ngeyel ini, muncullah paham-paham ganjil yang bersileweran sekarang. Misalnya, Jaringan Islam Liberal - JIL. Mereka kebanyakan ngeyel, bahwa semua agama itu sama dan kita bebas melakukan apapun asal tidak merugikan siapapun. Padahal itu cuma pembenaran biar mereka bisa kumpul kebo dan masih merasa suci. Naudzubillahi min dzaalik. Serem amat.

Wallahua'lam.

Related articles:

Rohis? Jangan eksklusif!

Kenapa remaja harus peduli sama Palestina?

Tuesday, 30 September 2014

Let me present you, Gaza..
Bismillah. Nah, kita mulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan. Kenapa?

Dikalangan remaja, kadang aneh, kalau kita membicarakan hal-hal kayak isu Palestina. Udah jauh, kecil, nggak ngaruh juga sama kehidupan sehari-hari kita. Lebih seru tuh 'diskusi' tentang kakak kelas yang ganteng, adik kelas yang cakep, pacar baru sang playboy sekolah sampai berita duka bahwa gebetan udah punya pacar baru.  Ya nggak? =') Ah, come on.

Well, yeah.  Lebih seru sih. Palestina kecil, jauh sih. Dan mungkin nggak ada efeknya juga bagi kita,  mau mereka sekarang dibantai atau menyiapkan kurban buat minggu nanti. However, apakah semua itu membuat eksistensi mereka tidak penting?

Guys, pada tahun 2014 ini, ditengah 'damai'-nya dunia, masih ada negara yang terjajah. Gue rasa kalian tau, negara apa itu. Uzbekistan kan? Bukan! Negara itu bernama Palestina. Jangankan kita mau menyebut mereka negara terjajah, sebagai 'negara' pun masih banyak yang nggak mengakui.

Hari ini, 30 September. Genap satu bulan hancurnya Jalur Gaza akibat agresi tanpa ampun selama 51 hari, oleh sebuah 'negara' yang bernama Israel. Dimana satu bulan lalu, jatuh lebih dari 2100 jiwa, yang 530 diantaranya adalah adik-adik kita, anak-anak kecil. Yang melukai lebih dari 11.100 orang, dimana 2.114 diantarnya adalah saudari-saudari kita. Angkanya nggak banyak, sepertinya. Tapi ini jiwa manusia, bukan kodok!

Coba bandingkan jumlah korban dengan populasi Gaza, 1.8 juta orang. Jika bencana ini kita bawa ke Indonesia, yang penduduknya 256 juta orang, maka berapa korban terbunuh? 298.000 orang! Banyak!! Dan lebih dari 1.5 juta orang akan terluka parah. 500 ribu orang mengungsi, dan mereka kesulitan mendapat air bersih.

Nah brosist, mungkin di titik ini lo bakal mikir: Perang ini udah selesai sebulan yang lalu. Terus masalahnya apa?  Masalahnya... Aduh, don't even get me started. Dengan berhentinya invasi, apakah dua ribu orang yang mati bakal hidup lagi? Keluarga mereka bakal dinafkahi lagi? Dan jreng, begitu perang selesai, 11 ribu orang yang tidur di koridor rumah sakit saking penuhnya, bakal langsung sembuh, mungkin? Tangannya tumbuh lagi? Kakinya tersambung lagi? Terus, ketika kaki mereka tersambung lagi, mereka akan pulang ke 35 ribu rumah hancur yang terbangun lagi? Dunia macam apa ini? Dunia fantasi? - Nggak ada maksud ke Dufan - Fantasi aja nggak gini-gini banget.

Sedih banget men. Tapi sedih doang nggak bakal mewujudkan apapun. Dan nggak bisa kita mengganti kerugian dengan kesedihan.

Kemudian, dengan perihnya, kita melihat para pemimpin negara ini membisu. Kecil sekali, apa yang mereka berikan. Kita menyaksikan, bagaimana pemerintah negara dengan umat muslim terbesar di dunia menyumbangkan 1 juta dolar AS kepada Palestina, diiringi dengan doa mereka akan membangun kembali kerugian 3.6 miliar dolar AS. Jengkel. Pahit. Jengkol.

Getir nggak sih? Getir. Dan kita nggak berdaya melihat apa yang terjadi.

Tapi ini semua, bisa dirubah. Gimana?

Satu cara kecil. Dengan peduli. Dengan berbagi. Dengan berbagi kepedulian.

Cepat atau lambat, generasi akan berganti, seiring berjalannya waktu. Generasi setengah-busuk yang berdiri di atas sana akan menua dan hilang. Penerusnya siapa? Kita! Siapa lagi? Kita akan jadi penerus dan pemimpin bangsa, sebentar lagi. Dan ketika kita menjadi pemimpin, kita akan pastikan Indonesia untuk membayar hutangnya yang paling pertama: Hutang pengakuan kemerdekaan kita oleh Bangsa Palestina, Agustus 1945. Dengan apa? Dengan kebebasan.

Diantara yang membaca ini, mungkin ada yang berjiwa sedikit lebih tua yang berpikir; Emangnya segampang itu? Yeah? Nggaklah. Nggak mungkin segampang itu. Tapi susah bukan berarti mustahil. Dan kecil bukanlah tak berarti. Oke, teens?

Hal besar, selalu diawali dari hal kecil. Diatas, itu adalah alasan untuk peduli. Tapi kenapa gue harus peduli?

Pertama, peduli adalah kewajiban. Apalagi, sebagai seorang muslim. Allah telah menyampaikan ke telinga kita kabar ini, dan Allah juga telah memberikan kita kemampuan untuk membantu artinya apa? Yak, peduli dan membantu itu wajib. Eits, jangan ciut dulu. Kenapa coba kata 'wajib' identik dengan 'susah', 'kepaksa'. Duh. Ini 2014 woy! Usum kepaksa? Kecuali di Gaza.. Nggak deh. Dan yeah, Bahkan kalau kamu non-muslim, Gaza adalah motivasimu juga, karena minimal, kalian sama-sama manusia. Kedua, dan jawaban untuk pertanyaan tadi: Apa yang terjadi di Gaza sana adalah refleksi, dan pengingat. Bahwa masih ada bangsa yang dalam keadaan seperti itu. Subhanallah. Loh kok Subhanallah? Iyalah! Sekuat itu, didalam sesaknya penjara Gaza, mereka mampu menghentikan laju tentara Israel yang dibekali persenjataan paling canggih di belahan dunia manapun. Ditengah hujan bom, mereka masih bersyukur karena yang jatuh bom, bukan potongan tubuh mereka. Dan kalau itu adalah potongan tubuh mereka, mereka bersyukur karena ujian mereka telah berakhir, dan mereka menyambut surga. Kontras banget sama kita, hujan aer aja protes.

Nah :)
Gaza adalah motivasi kita. Kita berterimakasih kepada mereka, karena telah menjadi teladan, di garis depan pertarungan Islam. Karena jika kita ingin benar-benar membantu, wajar aja kalau kita harus lebih baik dari mereka. Bukan berarti kita sekarang ngeles, mereka lebih baik jadi kita nggak usah bantu, ngaco itu. Sekecil apapun berarti, bukan?

Maka bergeraklah. Ajaklah teman-temanmu untuk peduli juga, teens. Apa yang kita lakukan ini, bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk kita sendiri. Dalam Islam, seiring dengan datangnya kewajiban, maka datang pula kesempatan. Wanna miss the golden chance? Mau kesempatan ini lewat? Kesempatan nambah sesuatu yang nanti akan jadi satu-satunya hal yang mengantar kita ke alam kubur.

Let's go!!

 

Hits

Stack Overflow

Blogroll

Blog Nanda
Days of Nan - http://nan2598.blogspot.com/

Writings of Niti
Niti No Kakikomi - http://samazamanakakikomi.blogspot