Akhi, tidak bisakah kita menunda perseteruan kekanak-kanakan
ini? Mungkin akan lebih pantas memperdebatkann hal2 ini ketika Muslim
di Turki sudah bebas menjalankan agamanya, di Indonesia dilindungi dari
penindasan sistematik kapitalisme, di Mesir dibebaskan dari penyiksaan2
yang tidak mengizinkan mereka untuk bahkan shalat, di Amerika dilindungi
dari godaan para liberal dan penistaan para konservatif, di Prancis
dibolehkan memakai hijab dan menjadi muslim di ruang publik?
Kalau kita mengimani Allah dan Rasul yang sama, shalat lima waktu
bersama, zakat dengan aturan yang sama, shaum ramadhan juga
bersama-sama, haji pun ketempat yang sama, melihat kondisi masyarakat
yang yang sama, memiliki azzam untuk merubahnya yang sama, kenapa harus
saling mencela dengan klaim-klaim yang basisnya tidak jelas? Bukankah
kita bangga mengikuti prinsip yang diajarkan Rasulullah SAW soal
tabayyun?
Yah, mungkin kita belum berkenalan dengan cukup baik.
Dan mungkin kami belum menunjukkan wajah yang baik dihadapan kalian,
saudara seiman. Semoga Allah memaafkan kesalahan kami tentang kalian dan
kalian tentang kami. Semoga Allah melindungi hati kita yang rapuh ini
dari hasad dan kesombongan, dan mengizinkan rekonsiliasi suatu saat
nanti.
الله يهديك
- yang sama-sama ingin memperbaiki dunia Islam agar kembali ke ajaran Allah dan rasul-Nya
Beban
Friday, 13 October 2017
Kemarin, Muslim Student Association (MSA) di CMUQ menggelar diskusi yang.. dalem.
Kami berbicara soal dakwah. Soal hakikatnya, sifatnya, dan tantangan-tantangannya. Diantara berbagai pemikiran menarik yang muncul ke permukaan, satu pengingat terasa sangat menohok.
Di kampus yang sekuler ini... Kami yang lemah, rapuh, dan sebenarnya bukan apa-apa dianggap sebagai representasi dari Islam. Mereka yang shalat, mereka yang pake jilbab. Sejujurnya, ini adalah sebuah nikmat yang luar biasa. Ditengah hiruk-pikuk kehidupan kampus yang melalaikan, Allah masih sayang terhadap kami. Allah memberi kami ketenangan, memberi kami pemahaman bahwa ada hal-hal yang lebih penting daripada karir. Bahwa nilai bukan hanya "bukan segalanya", tapi "bukan apa-apa" di hadapan Allah yang Mahabesar. Kami bersyukur kami diberi kesempatan untuk menjadi agen dakwah, penerus para nabi.
Tapi ini juga sebuah ujian.
Kita yang diberikan kehormatan sebagai representasi Islam menanggung beban yang berat. Ketika kita melakukan kebaikan, maka pandangan orang mengenai Islam akan membaik. Tapi apa yang terjadi ketika kita, sebaliknya, bermaksiat atau melakukan sesuatu yang makruh? Mereka tidak akan bertanya dua kali kenapa kami melakukan maksiat. Manusia yang naif akan segara mengambil asumsi,
"Oh ternyata gak apa-apa ya. Toh, doi juga ngelakuin."
Pertanggungjawaban dunia dan akhirat macam apa yang kami hadapi?
Aku tidak tahu. Tapi kurasa, kami terikat pada standar moral yang lebih tinggi. Semoga Allah yang Mahaadil menjaga kami.
Doha, 13 Oktober 2017
Akhyar Kamili
Kami berbicara soal dakwah. Soal hakikatnya, sifatnya, dan tantangan-tantangannya. Diantara berbagai pemikiran menarik yang muncul ke permukaan, satu pengingat terasa sangat menohok.
Di kampus yang sekuler ini... Kami yang lemah, rapuh, dan sebenarnya bukan apa-apa dianggap sebagai representasi dari Islam. Mereka yang shalat, mereka yang pake jilbab. Sejujurnya, ini adalah sebuah nikmat yang luar biasa. Ditengah hiruk-pikuk kehidupan kampus yang melalaikan, Allah masih sayang terhadap kami. Allah memberi kami ketenangan, memberi kami pemahaman bahwa ada hal-hal yang lebih penting daripada karir. Bahwa nilai bukan hanya "bukan segalanya", tapi "bukan apa-apa" di hadapan Allah yang Mahabesar. Kami bersyukur kami diberi kesempatan untuk menjadi agen dakwah, penerus para nabi.
Tapi ini juga sebuah ujian.
Kita yang diberikan kehormatan sebagai representasi Islam menanggung beban yang berat. Ketika kita melakukan kebaikan, maka pandangan orang mengenai Islam akan membaik. Tapi apa yang terjadi ketika kita, sebaliknya, bermaksiat atau melakukan sesuatu yang makruh? Mereka tidak akan bertanya dua kali kenapa kami melakukan maksiat. Manusia yang naif akan segara mengambil asumsi,
"Oh ternyata gak apa-apa ya. Toh, doi juga ngelakuin."
Pertanggungjawaban dunia dan akhirat macam apa yang kami hadapi?
Aku tidak tahu. Tapi kurasa, kami terikat pada standar moral yang lebih tinggi. Semoga Allah yang Mahaadil menjaga kami.
Doha, 13 Oktober 2017
Akhyar Kamili
Subscribe to:
Posts (Atom)