Antara Nonton Persib dan... Shalat Isya.

Friday, 7 November 2014

Bismillahirrahmanirrahim. Yak, welcome. Bahasan ba'da maghrib ini adalah dilema yang dihadapi banyak orang tepat saat ini. So, let's get to the topic.

Jum'at, 18.16 WIB. Empat belas menit menuju laga final ISL, yang dinantikan selama 19 tahun oleh para bobotoh setia Persib. Salut bro, gua aja belum lahir. Laga ini akan menentukan, apakah kita akan dapet manisnya kemenangan atau.. coba lagi. Huft.

Laga  yang krusial ini akan kick-off pada 18.30 WIB, di Palembang sana. Lawan kita kali ini adalah klub yang bisa diakui paling kuat saat ini, Persipura. Banyak diantara kita sendiri yang pesimis, melawan para raksasa hitam, akankah Persib bertahan? Doa-doa sudah dipanjatkan sejak kita berhasil mengalahkan Arema. Khusyuk dah pas shalat, biar Persib menang *nggak gitu juga kalee*. Seluruh kalangan, muda, tua, miskin, kaya, bobotoh semua pasti nonton. 

Masalahnya, pertandingan ini akan overlap dengan shalat Isya, yang adzannya berkumandang tepat pukul 19.00 WIB. Membuat bimbang. Kalau ngejer shalat dimasjid, ntar bisa ketinggalan satu atau dua gol. Yah, nggak seru.

Yaelah broo, maneh teh dukung persib teu? Percuma maneh berdoa agar persib bisa menang, kalau pas pertandingan malah menjauh dari Allah. Telat shalat. Kira-kira, apakah Allah akan mempermudah jalan persib untuk menang kalau gitu? Nggak! Bisa jadi, ini adalah rencana Allah untuk menguji masing-masing jiwa suporter kita. Pilih nonton bola, atau pilih Allah? :)

Padahal sih, ketinggalan satu-dua gol nggak apalah. Itu juga kemungkinannya kecil. Biar luka hati itu jadi penawar dosa-dosamu. *naon 

Makanya, kalau lo ngaku pendukung Persib, jangan lupa shalat Isya! Masuklah bersama kami dalam jajaran suporter garis kenyal, alias fleksibel. Yang bisa berpikir jernih, apa yang terbaik buat persib kesayangan :D

Persib, semoga berhasil menang! Dan pengingat untuk kita, jangan lupa shalat Isya berjamaah di Masjid terdekat. Silakan berdoa untuk kemenangan yang terbaik.

UPDATE 21.30: PERSIB JUARAAA! Makanya, shalat Isya! :p

Rohis? Jangan eksklusif!

Friday, 31 October 2014

Bismillahirrahmanirrahim,

Dibawah ini, adalah kumpulan dari berbagai macam ilmu yang dibagi teman-teman dan senior-senior rohis ketika diadakannya acara Sampurasun Jabar oleh @Fornusa_Jabar, mulai dari ketika Musyawarah Daerah hingga talkshow keesokan harinya. Simak!

Sering, sering banget, rohis disebut eksklusif oleh orang lain. Eksklusif, maksudnya, jelas beda, mana anak rohis, mana anak bukan rohis. Anak rohis gaul sama anak rohis, dan vice versa. Anak rohis mentoring, ta'lim, non-rohis ya nggak. Ada batas jelas diantara anak rohis, dan non-rohis. Anak rohis tuh anak alim.

Yeah. Nggak salah, anak rohis itu memang seharusnya anak alim. Yang salah itu, adalah ketika rohis menutup diri, dan hanya bergaul dengan sesama anak rohis. Kenapa?

Rohis, adalah front dakwah di sekolah, friends. Organisasi rohis, DKM, tidak lain hanyalah sebuah tool, sebuah alat untuk mencapai tujuan. Tujuannya apa? Menyebarkan kebaikan di sekolah, menyebarkan Islam disekolah. Mengenalkan Islam lebih dalam lagi, kepada pelajar disekolah. Seperti kata kang Hafidz Ary: Kalau bukan rohis yang mengajarkan kita soal Islam, mau siapa lagi?

Karena itu, anak rohis, janganlah, cuma gaul dengan sesama rohis. Jika kita tiap hari ketemu dengan orang yang sama, bagaimana mau menyebarkan kebaikan dengan lebih luas? Friends di FB dengan sesama anak rohis, setiap bikin status mutiara yang baca si ini lagi, si itu lagi. Yah.. Gimana dakwah mau berkembang? Sebaliknya, kita, anak rohis (Oke, gue homeschooling tapi ngakunya sih rohis), harus terbuka. Main tuh sama anak lain juga. Aktif di berbagai ekskul. Aktif di OSIS. Hilangkan, stereotip rohis itu eksklusif. Logika aneh, kalau ada anggapan bahwa yang masuk rohis cuma anak alim doang. Yang masuk ITB cuma mahasiswa ITB doang? Dohdohdoh.

Eksistensi rohis memang penting. Disana kita menemukan orang yang sejalan, selingkungan dengan mudah. Tapi, rohis, dan event-eventnya, jangan dijadikan satu-satunya jalan untuk berbagi kebaikan. Dakwah paling efektif, tetap dakwah fardiyah: Dakwah melalui pendekatan personal. Peer to peer. Dimulai dari membangun hubungan yang baik dengan target (Dih, kayak film action apa coba. Misi mata-mata). Dengan jadi teman. Kemudian mengajarkannya tentang Islam. Prosedur lengkapnya, bisa diliat di link ini: http://pkspesanggrahan.blogspot.com/2012/01/7-tahapan-dakwah-fardiyah.html

Lantas, gimana caranya kita dakwah yang efektif? meneruskan perkataan Kang Dito, alumni SMAN3 Bandung:

 Kasarnya, dakwah itu marketing. Kita adalah sales, dan yang ditawarkan adalah Islam. Sebagai sales, apa yang paling penting? Tentu impresi tentang penjual. Ketika kita datang ke showroom mobil, misalnya. Maka akan ditanya, "Nama saya fulan pak, silakan, bapak butuh mobil seperti apa? Mau warna apa? Silakan ini pilihannya" melalui presentasi yang mulus, dia akan berhasil mebujuk sang calon pembeli untuk membeli mobil yang dijual. Ketika pembeli datang, dia tidak langsung menjajakan barangnya seperti pedagang asongan, "Silakanpakkamipunyamobilkijang, biru, mulus, mesinnya bagus dll." Nggak, Dia cek dulu kebutuhannya apa. Sama juga dengan dakwah. Ketika kita mau mendakwahi teman yang belum berjilbab, misalnya. Nggak bisa kita tiba-tiba bilang, "Eh pake jilbab yuk, biar kamu terhindar dari api neraka." Efektifkah? Nggak efektif! Si 'Pembeli' tidak tahu siapa kamu, dan apa urusan kamu sama dia? Ikut campur urusan orang? Beda, dengan kalau sahabatnya yang ngajak, baik-baik. Beda, beda.
 So.. Yeah. Ingatkan dirimu sahabat, rohis itu hanya alat. Yang dapat merubah paling besar itu kamu, perorangan. Anak rohis terlalu sedikit? Coba, bilanglah ada 20 anak rohis yang aktif disekolah. Sedikit kan? Nggak masalah. Kasih materi tentang dakwah dan sebagainya selama beberapa hari. Kemudian beri mereka waktu seminggu untuk mengajak satu, satu aja temen mereka untuk ikut rohis. Balik lagi minggu depannya, udah ada 40 anak rohis. Repeat. Ulang proses tadi. Satu bulan bisa dapet berapa orang? Silakan hitung sendiri. Gua juga bingung.

 Seandainya rohis dihapuskan -semoga tidak- seperti yang sekarang sedang agak dikhawatirkan oleh kawan-kawan kita di DKI, nggak masalah. Kita masih punya banyak alat lain. Maka yang paling penting tetaplah, dakwah fardiyah. Dan kita nggak akan terhentikan.

Buat anak bandung, salam #BandungKotaRohis2015!!

Sekian, thanks for reading! Wallahu a'lam.

Related articles:

Kenapa remaja harus peduli sama Palestina?

Antara Remaja, Ngeyel, dan... Pacaran.

Antara Remaja, Ngeyel, dan... Pacaran.

Wednesday, 29 October 2014

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum! Kembali lagi bersama gue dalam.. eh.. membaca rangkaian huruf di layar.

Sebagai remaja, kita belajar sebuah aspek penting dalam kehidupan yang mungkin, tidak kita kenal sebelumnya. Apa itu? Ngeyel! Alias nyari-nyari pembelaan atas sebuah tindakan. Kok yang nulis tau? Yaiyalah. Gue juga rajin ngeyel. Ketika pulang kemaleman, atau begadang depan komputer, atau nggak ngerjain tugas, dan tindakan lainnya yang kita tidak publikasikan, biasanya kita refleks mencari justifikasi.

Remaja itu masa pertengahan antara anak-anak dan dewasa. Kita mulai punya kehidupan sendiri. Remaja itu masa ketika lo pengen dihormati seperti orang dewasa, tapi disuapi orang tua seperti anak kecil.  Masa-masa labil. Saat remaja juga, biasanya kamu makin sering bentrok sama orang tua atau orang lain yang tidak setuju dengan hal atau kebiasaan baru yang kamu lakukan. Ya nggak? Dan bentrokan ini, antara keinginan kita sendiri dan apa yang seharusnya kita lakukan, memunculkan hasrat untuk ngeyel. Hasrat untuk membuat kita menjustifikasi tindakan kita sendiri, hanya dari sudut pandang kita. Terasakah?

Ngeyel pun menjadi pelarian kita. Mulai dari yang disuarakan ke ortu, ngomong ketemen-temen, sampai ngeyel yang cuma dibisikkin sama bantal yang tidak bersalah, dan tidak tahu apa-apa. Padahal, dalam lubuk hati kita yang paling dalam, kita juga tahu kalau yang kita lakukan itu salah. Mungkin nggak sepenuhnya salah, tapi tetap ada kesalahan yang patut kita intropeksi.

Bukan berarti, semua yang diajarkan kepada kita itu baik. Kita harus mampu kritis. Tapi, tanya lagi ke nurani lo, dan nurani orang-orang shaleh: Apakah saya salah?

Sekarang pacaran. Ini fenomena yang umum dikalangan muda-mudi dunia. Termasuk negara dengan populasi muslim terbesar, Indonesia. Pacaran itu asik bro. Ada kalanya, sampai ngerasa cintaaa banget sampai terbang dilangit. Dalam kondisi seperti ini, coba tebak reaksi kita ketika Islam tiba-tiba mengingatkan: Pacaran itu haram.

Surprised, shocked. Bingung. Kita nggak mau kehilangan. Jangankan yang udah punya pacar, yang belum punya pun merasa kehilangan. Kehilangan kesempatan. Huhuhu. Kita mencari justifikasi.

Alasan kita banyak, lebih dari 2014 alasan keluar semua. Penyemangat, motivasilah. Tempat curhatlah. Pemberi kebahagiaanlah. Mewarnai hiduplah. Membuat dunia lebih baiklah. Dan lainnya. Nggak mau berpisah. Nggak mau juga berpisah dengan kesempatan. Ini ngeyel.

Padahal dalam Qur'an tertera jelas: 'Walaa taqrabu zinaa'. Janganlah kamu mendekati zina. Apak
ah hubungan spesial antara dua orang, opposite gender (mutual gender NAUDZUBILLAH), yang berdasarkan nafsu karena saling suka, itu mendekati zina nggak? Kalau lo masih bilang nggak, wah, terlalu men. Atau Islam kejam? Iya. Islam kejam sama kedzaliman. Islam nggak mau kamu masa mudanya dihabiskan untuk hal nggak berguna. Islam nggak mau kamu MBA. Islam nggak mau kamu jadi manusia berakhlak binatang.

Ada lagi nih, seorang anak rohis. Dia bilang, 'Kang, saya mah nggak pacaran. Saya mah ta'aruf'.
You don't have to do this.
Terus dijawab, "Ta'aruf kayak gimana bro?"
"Yaa, gitu kang. Kenalan. Kita minggu sore jalan bareng ke mall. Shopping bareng. Terus nonton film bareng. Terus makan bareng. Terus pulang bareng."

Nah ini. Ngeyel tingkat dewa. Mau namanya, ta'aruf, atau ta'jil kalau tindakannya seperti itu, itu haram! Terserah namanya apa.

Disisi lain, ada anak yang bilang, "Kang, saya pacaran."
Dijawab, "Loh?! Kok kamu pacaran sih?"
"Yaa, gitu kang. Buat nyenengin orang tua, mereka ingin saya punya pacar. Padahal, ketemu sama ceweknya aja belum."

Kadang Einstein benar, apalah arti sebuah nama. Perintah dalam Al-Qur'an itu brosist, janganlah kamu mendekati zina. Bukan janganlah kamu melakukan pacaran. Udahlah, jangan terjebak istilah-istilah. Jujur aja sama diri lo sendiri.

Beroh, ngeyel yang dibiarkan, lama-lama jadi kebiasaan buruk. Kita aplikasikan kemana-mana. Apalagi, kalau kita ngomong sama 'teman' yang setuju dengan keburukan kita. Wuih, makin merasa suci aja kita. Dari ngeyel ini, muncullah paham-paham ganjil yang bersileweran sekarang. Misalnya, Jaringan Islam Liberal - JIL. Mereka kebanyakan ngeyel, bahwa semua agama itu sama dan kita bebas melakukan apapun asal tidak merugikan siapapun. Padahal itu cuma pembenaran biar mereka bisa kumpul kebo dan masih merasa suci. Naudzubillahi min dzaalik. Serem amat.

Wallahua'lam.

Related articles:

Rohis? Jangan eksklusif!

Kemenangan, dan kekalahan. Roda Kehidupan.

Tuesday, 14 October 2014

Oke, ini sebenarnya tulisan lama. Unpublished draft, sekitar 3-4 bulan yang lalu. Enjoy!

Bismillah.

Coba lihat ke sekelilingmu. Bukan, bukan sekeliling fisik. Tapi coba lihat umat Islam di sekitarmu. Bagaimana kondisi mereka?

Diantara kalian, akan ada yang menjawab, "Menyedihkan, Umat Islam sekarang. Diperalat oleh barat, dijajah china, dikontrol zionis dan seterusnya."

Tapi... Kenapa? Kita kan orang Islam men. Islam itu agama yang lurus, satu-satunya. Islam itu agama penutup agama yang lain. Islam itu suci. Bahkan Allah menjanjikan di surat Ali Imran:140,

"..Allah akan menolong orang yang menolong agama-Nya"

Terus masalahnya apa? Jika kemenangan dan kejayaan itu artinya pembenaran dari wahyu Allah, maka apa arti kekalahan?

Jawab. Answer it, come on!

Cukup simpel, sebenarnya. Kekalahan, itu adalah pembenaran, bukti atas kesalahan dan kelemahan kita. Yeah. Sounds harsh, right? Tapi kenyataannya ya gitu. Ketika Rasulullah memenangi Perang Badar, Umat Islam bersorak. Ini adalah bukti kebenaran. Tapi kemudian, dalam Perang Uhud, umat muslim kocar-kacir. Kalah.

Kisah ini mungkin udah didengar berulang kali. Tapi sekali lagi, coba kita petik hikmah yang lain. Dalam Perang Uhud, posisi Umat Islam sebenarnya sudah hampir menang. Yep, kemenangan diambang mata. Kemudian sekelompok pemanah yang ditugaskan diatas Bukit Uhud, turun kebawah untuk ikut mengambil Ghanimah, dan meninggalkan celah yang mengangga dalam pertahanan kaum muslimin. Akibatnya apa? Celah ini dimanfaatkan dengan sempurna oleh Khalid bin Walid, yang menyapu bersih pasukan Islam.

Detik dimana para pemanah itu memutuskan untuk turun demi harta rampasan, sebelum dipersilakan oleh Rasulullah itu adalah kuncinya. Pada detik itu, niat dalam hati mereka berubah. Dari jihad fii sabililllah, jadi ayo cari ghanimah. Salah. Maka pada saat itu, hilanglah bantuan Allah. Ya, Allah menolong orang yang menolong agama-Nya. Tapi ketika mereka melenceng, hilanglah pertolongan Allah tersebut.

Sama juga dengan kondisi umat muslim sekarang. Jujur aja, secara global, kita memang sedang 'melenceng'. Mulai dari rezim-rezim yang korup di Timur Tengah, cukong-cukong yang berkuasa di Asia Tenggara, sampai individual-individual muslim yang menghalalkan segala cara demi nafsunya. Banyak men,  yang kayak gini.

Sama juga dengan apa yang terjadi di Palestina sana. Ketika Zionis Israel mulai datang dan merebut tanah mereka, orang palestina nggak seperti sekarang! Kita disini suka melihat, oh, orang Palestina itu shaleh-shaleh, banyak hafidz, kuat imannya. Tapi itu sekarang. Dulu, saat mereka mulai dijajah, Palestina adalah surga dunia di timur tengah. Tempatnya liburan orang-orang kaya, yang tidak berbagi dengan orang miskin. Tempat dimana bule-bule setengah telanjang berjemur di pantai, atau menikmati minuman mereka sambil judi di kasino. Dulu, ini potret Palestina! Mereka kaum yang jauh dari Allah. Dan ya, Allah pun menghadiahkan kepada mereka kekalahan. Coba buka QS Ali Imran, 140:

"..Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)..."
Effectively, as the Qur'an stated, masa kejayaan itu memang bergilir. Seperti yang disebut di "Pilar-pilar Kebangkitan Umat" karya Prof. Dr. Abdul Hamid Al-Ghazali, intisari Majmu'atur Rasail (Hasan Al-Banna):

"Dengan demikian, kita mengatakan bahwa peradaban Barat dengan prinsip-prinsip materialisnya telah berhasil memenangkan sebuah pergolakan sosial melawan peradaban Islam dengan serangkaian landasannya yang kokoh, menyeluruh serta menyentuh aspek spiritual dan material secara bersamaan. Lebih tragis lagi, kemenangan peradaban Barat ini justru terjadi di bumi Islam dan pertempuran sengit yang medannya adalah jiwa, ruh, akidah, dan akal pikiran kaum muslimin, sebagaimana peradaban Barat itu menangdalam bidang politik dan militer.
Memang tidak perlu heran dalam hal ini, karena fenomena-femonena kehidupan itu utuh dan tidak terpotong-potong. 'Kekuatan' adalah kekukatan di dalam fenomena kehidupan itu semuanya dan 'Kelemahan' juga demikian halnya."
Yah, well. Pada hakikatnya, prinsip-prinsip Islam itu tetap kuat eksistensinya, kaya dengan ilmu kehidupan, tumbuh subur, menarik, dan sempurna keindahannya. Dan Islam akan selalu bertahan seperti ini, karena ajaran Islam adalah prinsip yang haq, yang tanpanya kehidupan tidak akan berjalan dengan sempurna.

Tulisan diatas mungkin agak menyedihkan, atau sekedar meyakinkanmu kalau kita memang sedang ada dibawah. Tapi memangnya kenapa? Kejayaan itu dipergilirkan. Insya Allah, kejayaan kita sudah dekat. Kadang kita dibawah, tapi ada waktunya juga mereka yang diatas...#lah

Hukum pergiliran kejayaan ini nggak cuma berlaku secara makro. Secara individual juga berlaku. There's a rainbow after the rain, it's true. Well, except if you died in the rain. Roda kehidupan, bukan?

Kemenangan datang dari Allah, dan kekalahan adalah kelemahan kita. QS An-Nisa, 79:
"Kebajikan apapun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari dirimu sendiri.."

Yang penting, perubahan itu mulai dari diri sendiri dulu. Yegak? :)

Allahu akbar!

Wallahu a'lam.


Tulisan terkait:

Kenapa Remaja Harus Peduli Sama Palestina?
Terjajahnya Palestina (Coming soon)
Bangkitnya Islam di Jawa (Coming soon, too!)

Apa ribut-ribut FPI dibubarkan?

Monday, 13 October 2014

Kita mulai tulisan ini dari sebuah artikel:

Artikel ini mengusung besarnya perhatian masyarakat di media sosial kepada isu pembubaran FPI, sampai masuk ke Trending Topic Nasional di Twitter. Ngeri banget. Coba lihat kutipan dari artikel tersebut:

Walaupun menduduki urutan terbawah di Indonesia Trends di Twitter, namun tulisan, "Kapolri Rekomendasikan FPI Dibubarkan," diikuti oleh banyak orang dan mayoritas mengutarakan kesetujuannya apabila FPI benar-benar akan dibubarkan.

Kalau memang mau masyarakat netizen FPI dibubarkan, yo wes. Tapi sebelumnya cek dulu gambar berikut ini:

Ternyata suara rakyat itu... Suara bot?
Haahaa. Ternyata isinya bot (akun yang dijalankan otomatis) semua. Jadi, artikel tadi hanya sekedar potongan 'jurnalistik' yang menjijikan. Huh, reporter. Provokator yang ada juga. Dwi Adi Susanto, I'll keep that name as someone who doesn't fit to be a journalist.

Imbauan aja buat yang hobi surfing berita, coba di cek dulu kebenaran berita itu sendiri sebelum nyebarin. Karena banyak berita, seperti mayoritas konten di Internet, sampah.

Who wants diamonds? Bloody ones.

Monday, 6 October 2014

Diamonds. Beautiful jewellery, and one of the most precious gems on earth, to humans. It is wealth, in the form of tiny stones. Unbelievable, right? What would you do if you have one in your hands? If you are rich enough, would you buy it?

Image: Science Dump
My answer would be no. Here's why.

Indeed, diamonds are a symbol of wealth. Anyone who have it would be considered wealthy. But wealth is a two-edged sword, isn't it? It brings prosperity, but in the other side, it spills blood. Without wealth, there will be no war.

In the case of diamonds, it seems like it's mostly blood. Diamonds have been a source of conflict, and a fuel to it because it's deemed so precious.

Watch the full documentary here. Warning, it's right in the kokoro.



Kenapa remaja harus peduli sama Palestina?

Tuesday, 30 September 2014

Let me present you, Gaza..
Bismillah. Nah, kita mulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan. Kenapa?

Dikalangan remaja, kadang aneh, kalau kita membicarakan hal-hal kayak isu Palestina. Udah jauh, kecil, nggak ngaruh juga sama kehidupan sehari-hari kita. Lebih seru tuh 'diskusi' tentang kakak kelas yang ganteng, adik kelas yang cakep, pacar baru sang playboy sekolah sampai berita duka bahwa gebetan udah punya pacar baru.  Ya nggak? =') Ah, come on.

Well, yeah.  Lebih seru sih. Palestina kecil, jauh sih. Dan mungkin nggak ada efeknya juga bagi kita,  mau mereka sekarang dibantai atau menyiapkan kurban buat minggu nanti. However, apakah semua itu membuat eksistensi mereka tidak penting?

Guys, pada tahun 2014 ini, ditengah 'damai'-nya dunia, masih ada negara yang terjajah. Gue rasa kalian tau, negara apa itu. Uzbekistan kan? Bukan! Negara itu bernama Palestina. Jangankan kita mau menyebut mereka negara terjajah, sebagai 'negara' pun masih banyak yang nggak mengakui.

Hari ini, 30 September. Genap satu bulan hancurnya Jalur Gaza akibat agresi tanpa ampun selama 51 hari, oleh sebuah 'negara' yang bernama Israel. Dimana satu bulan lalu, jatuh lebih dari 2100 jiwa, yang 530 diantaranya adalah adik-adik kita, anak-anak kecil. Yang melukai lebih dari 11.100 orang, dimana 2.114 diantarnya adalah saudari-saudari kita. Angkanya nggak banyak, sepertinya. Tapi ini jiwa manusia, bukan kodok!

Coba bandingkan jumlah korban dengan populasi Gaza, 1.8 juta orang. Jika bencana ini kita bawa ke Indonesia, yang penduduknya 256 juta orang, maka berapa korban terbunuh? 298.000 orang! Banyak!! Dan lebih dari 1.5 juta orang akan terluka parah. 500 ribu orang mengungsi, dan mereka kesulitan mendapat air bersih.

Nah brosist, mungkin di titik ini lo bakal mikir: Perang ini udah selesai sebulan yang lalu. Terus masalahnya apa?  Masalahnya... Aduh, don't even get me started. Dengan berhentinya invasi, apakah dua ribu orang yang mati bakal hidup lagi? Keluarga mereka bakal dinafkahi lagi? Dan jreng, begitu perang selesai, 11 ribu orang yang tidur di koridor rumah sakit saking penuhnya, bakal langsung sembuh, mungkin? Tangannya tumbuh lagi? Kakinya tersambung lagi? Terus, ketika kaki mereka tersambung lagi, mereka akan pulang ke 35 ribu rumah hancur yang terbangun lagi? Dunia macam apa ini? Dunia fantasi? - Nggak ada maksud ke Dufan - Fantasi aja nggak gini-gini banget.

Sedih banget men. Tapi sedih doang nggak bakal mewujudkan apapun. Dan nggak bisa kita mengganti kerugian dengan kesedihan.

Kemudian, dengan perihnya, kita melihat para pemimpin negara ini membisu. Kecil sekali, apa yang mereka berikan. Kita menyaksikan, bagaimana pemerintah negara dengan umat muslim terbesar di dunia menyumbangkan 1 juta dolar AS kepada Palestina, diiringi dengan doa mereka akan membangun kembali kerugian 3.6 miliar dolar AS. Jengkel. Pahit. Jengkol.

Getir nggak sih? Getir. Dan kita nggak berdaya melihat apa yang terjadi.

Tapi ini semua, bisa dirubah. Gimana?

Satu cara kecil. Dengan peduli. Dengan berbagi. Dengan berbagi kepedulian.

Cepat atau lambat, generasi akan berganti, seiring berjalannya waktu. Generasi setengah-busuk yang berdiri di atas sana akan menua dan hilang. Penerusnya siapa? Kita! Siapa lagi? Kita akan jadi penerus dan pemimpin bangsa, sebentar lagi. Dan ketika kita menjadi pemimpin, kita akan pastikan Indonesia untuk membayar hutangnya yang paling pertama: Hutang pengakuan kemerdekaan kita oleh Bangsa Palestina, Agustus 1945. Dengan apa? Dengan kebebasan.

Diantara yang membaca ini, mungkin ada yang berjiwa sedikit lebih tua yang berpikir; Emangnya segampang itu? Yeah? Nggaklah. Nggak mungkin segampang itu. Tapi susah bukan berarti mustahil. Dan kecil bukanlah tak berarti. Oke, teens?

Hal besar, selalu diawali dari hal kecil. Diatas, itu adalah alasan untuk peduli. Tapi kenapa gue harus peduli?

Pertama, peduli adalah kewajiban. Apalagi, sebagai seorang muslim. Allah telah menyampaikan ke telinga kita kabar ini, dan Allah juga telah memberikan kita kemampuan untuk membantu artinya apa? Yak, peduli dan membantu itu wajib. Eits, jangan ciut dulu. Kenapa coba kata 'wajib' identik dengan 'susah', 'kepaksa'. Duh. Ini 2014 woy! Usum kepaksa? Kecuali di Gaza.. Nggak deh. Dan yeah, Bahkan kalau kamu non-muslim, Gaza adalah motivasimu juga, karena minimal, kalian sama-sama manusia. Kedua, dan jawaban untuk pertanyaan tadi: Apa yang terjadi di Gaza sana adalah refleksi, dan pengingat. Bahwa masih ada bangsa yang dalam keadaan seperti itu. Subhanallah. Loh kok Subhanallah? Iyalah! Sekuat itu, didalam sesaknya penjara Gaza, mereka mampu menghentikan laju tentara Israel yang dibekali persenjataan paling canggih di belahan dunia manapun. Ditengah hujan bom, mereka masih bersyukur karena yang jatuh bom, bukan potongan tubuh mereka. Dan kalau itu adalah potongan tubuh mereka, mereka bersyukur karena ujian mereka telah berakhir, dan mereka menyambut surga. Kontras banget sama kita, hujan aer aja protes.

Nah :)
Gaza adalah motivasi kita. Kita berterimakasih kepada mereka, karena telah menjadi teladan, di garis depan pertarungan Islam. Karena jika kita ingin benar-benar membantu, wajar aja kalau kita harus lebih baik dari mereka. Bukan berarti kita sekarang ngeles, mereka lebih baik jadi kita nggak usah bantu, ngaco itu. Sekecil apapun berarti, bukan?

Maka bergeraklah. Ajaklah teman-temanmu untuk peduli juga, teens. Apa yang kita lakukan ini, bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk kita sendiri. Dalam Islam, seiring dengan datangnya kewajiban, maka datang pula kesempatan. Wanna miss the golden chance? Mau kesempatan ini lewat? Kesempatan nambah sesuatu yang nanti akan jadi satu-satunya hal yang mengantar kita ke alam kubur.

Let's go!!

Organisations, new life.

Sunday, 28 September 2014

Life changes, correct? Like, sebelumnya aku sering update blog ini, kemudian tidak~

Anyway, this is a note for me, not for you. If you aren't me, you may NOT read it. Agree to disagree?

Just kidding. Hahahaha.

Sepertinya impresi yang dimiliki banyak orang tentang kehidupan ada benarnya: The older you get, the more complicated it gets. Semakin tua dirimu, semakin rumit hidupmu.

Yah, 'rumit' konotasinya negatif. Mungkin nggak seperti itu juga. Tapi jelas, lebih banyak elemen, dan kehidupan jadi lebih warna-warni. Titik-titik masa kecil yang berwarna merah, kuning, hijau, berubah jadi goresan merah muda, merah darah, kuning langsat, kuningan, hijau toska, hijau rumput (naon?). Yang jelas, sejauh ini kurasa aku ada di jalan yang benar.

Great stuff I learned recently was my way to interact with others in organisations. Berkumpul dengan orang-orang yang se-pemikiran, yang punya semangat dan sama. Belajar memimpin, belajar dipimpin. Belajar kerjasama, dan lainnya. Aktif itu, seru!

Pelajar itu tugasnya, bukan sekedar belajar, mengambil ilmu. Tapi juga, berbagi. Sebagai pelajar, kita diberi akses yang mudah untuk ketemu dengan sesama pelajar (iyalah!), dengan guru-guru, dengan mahasiswa, dan dengan berbagai kalangan.

Jadi pelajar itu... enak. Kita bertemu setiap hari, dengan orang-orang yang kondisinya sama dengan kita. Sama-sama ngejar ujian. Sama-sama suka olahraga, tapi nggak suka guru olahraga. Sama-sama sibuk dengan kerjaan sekolah, sama-sama pelajar! Coba kalau kita keluar dari dunia akademis. Susah loh, untuk ketemu orang-orang dengan begitu banyak kesamaan. Tetangga kanan, terlalu tua. Tetangga kiri, isinya anak kecil semua. Tetangga depan rumah, sibuk kerja. Nahloh?

Kita bersyukur, jadi pelajar. Diberi kesempatan yang wuah, melimpah gini. Makanya, kita juga harus berbagi. Sebagai ekspresi rasa syukur, bukan?

Berbagi itu, banyak sih jalannya. Mulai dari berbagi sesama pelajar, dengan keluarga, saudara, dengan orang lain. Caranya juga banyak. Ngajar, diskusi, ngajak ngobrol orang lain, nulis, sharing, dan sebagainya.

Nah, balik lagi ke organisasi. Menurutku, organisasi adalah cara yang powerful untuk berbagi. Karena kita berkumpul dengan orang-orang yang memiliki similar interest, tujuan yang sama. Dua orang kadang puluhan kali lebih baik dari satu, bukan? Kita juga belajar banyak. Jujur, pengalaman organisasiku itu baru setetes air dari Danau Toba. Cuma di Taruna Karya RW 08, GK, SIRUP. Sedikit. Tapi mencicipi sedikit pun membuatku belajar banyak.

Solidaritas Remaja Untuk Palestina, itu nama gerakan yang kudirikan bersama teman-teman sepemikiran. Kami bergerak dikalangan pelajar, untuk mengedukasi mereka dan mengarahkan mereka untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina sana. Apalagi, setelah perang 51 hari kemarin yang menelan ribuan korban. Kami tidak ingin, sesama pelajar itu diam dan pasif. Berpikirlah! Bergeraklah! Jadilah seseorang yang berarti.

Organisasi itu, seru. Bagi kalian yang udah sering aktif di Rohis atau OSIS, pahamlah. Tapi semua ada batasannya.. Jangan sampai keasyikan terus lupa tugas kita sebagai pelajar, yaitu belajar!

Selamat belajar, selamat berbagi!

Masalah Autotweet: Kenapa dan Bagaimana?

Sunday, 23 February 2014

Oke. Lately, sering banget ada yang kena autotweet. Itu loh, ngetwit spam terus-terusan non-stop. Selain tweet, sering juga ada retweet. Masalahnya sih simpel, cuma banyak banget yang awam soal ini.

Contoh:



Nah, ada link kan di tweet itu? Mungkin kamu udah tau, kalau di klik, kamu bakal kena autotweet. Sebenernya enggak gitu juga sih, pasti kita ketemu halaman ini dulu:



Nah, 70% yang baca pasti tau apa masalahnya. Ini kita ketemu aplikasi, yang minta izin untuk ngetweet pake nama kita, ngebaca tweet dari timeline kita, merubah profil kita, mengakses DM. Ya elah, udah jelas pasti penipu yang minta sebanyak gini demi sebuah "berita" panas.

Well, yang paling lucu, banyak yang kena. Which means.. Banyaknya orang yang tertarik untuk membaca artikel Iqbal CJR punya anak itu masif. HAHAHA.

Daan, dan kalau sang korban nggak tau cara menghentikan kegilaan ini, itu sama dengan dia teriak-teriak mengumbar kekhilafannya.. Hebat bener nih spammer, sambil berenang makan mie goreng.

Jadi..  cara ngestopnya?

Memberhentikan autotweet itu sebenernya nggak susah kok. Twitter tuh tau banyak usernya yang prone to error - rawan khilaf. Jadi selain bisa memberi izin, kita juga bisa mencabut izin. Tinggal klik Settings > Applications > Klik Revoke Access di aplikasi yang kamu kasih izin. Kalau nggak inget (dan gua yakin 99% kamu nggak inget), Revoke Access aja semua aplikasi yang mencurigakan, atau kalau gak bisa bedain, revoke aja semuanya.

**Update**

Baru sadar. Ada modus baru. Dia bukan pake aplikasi sendiri yg abal-abal, tapi pake account manager yang bisa dipake buat monitor ribuan akun. Tweetdeck, Hootsuite (gambar diatas) termasuk. Kemungkinan, ini sekarang modus paling umum. Revoke aja semua aplikasi macam gini. Kalau ada yang masih dipake, tinggal di kasih izin ulang.

Gimana?

P.S.: This is my first attempt to write something in like, months. Sorry if my writing style is a bit messed up!






 

Hits

Stack Overflow

Blogroll

Blog Nanda
Days of Nan - http://nan2598.blogspot.com/

Writings of Niti
Niti No Kakikomi - http://samazamanakakikomi.blogspot